Batin
Seorang Ibu Hamil Karena “Seekor Anjing”
Via (berusia 23 tahun) baru menikah sekitar
1 tahun yang lalu, dan sekarang ia sudah dikaruniai seoang anak laki-laki yang
berusia sekitar 4bulanan. Sambil melamun, Via teringat kisah kehamilan dan ke-bete-annya
dulu2.. Gini ceritanya, dikarenakan ia dalam kondisi sudah mempunyai diabet
turunan sejak hampir 4 tahun lalu, suami serta keluarga sangat mengkhawatirkan
keadaannya (mana sebagai kehamilan yang pertama lagi).
Sebelum menikah,
suaminya pernah berjanji akan memberikan kado yang paling diinginkan Via, yaitu
memelihara seekor anjing. Janji itu ditepatinya, sekitar 3 minggu setelah hari
pernikahan mereka, datanglah pula seekor anjing yang diharapkan Via. Sepertinya
anjing itu turunan campur antara jenis anjing galak dan kampung. Via sangat
senang dengan kehadiran anjing betina yang diberi nama Ico itu (diberi nama
Ico, karena bulunya yang berwarna item dan coklat). Via merawat dan memelihara
anjing itu dengan baik. Setiap 2 hari sekali, ia memandikan anjing itu; menjemur
anjing itu setiap pagi; menyediakan kandang, rantai anjing dan kalungnya; ga
telat memberi makan dan minum; kalau cuaca cerah, ia juga sering membawa
anjingnya bermain berkeliling kompleks rumah.
Namun hari itu, ia bersedih karena dengan
sangat terpaksa, ia harus membuang atau tidak memelihara anjing itu lagi. Hal
ini dikarenakan masalah yang cukup komplek dengan keberadaan calon momongan dan
seekor Ico. Ceritanya begini.
Setelah menikah, Via tinggal dengan ibu
mertuanya dan tanpa disangka, ternyata Via langsung dikaruniai calon momongan.
Nah, awalnya semua keluarga khawatir calon dede bayinya terkena virus tokso
karena Ico. Lalu Via dan suami pun mengkonsultasikannya pada dokter
kandungannya. Dokter mengatakan bahwa “virus tokso tidak ada hubungan dengan
hewan peliharaan terutama anjing, karena sebenarnya virus tokso itu disebabkan
dari makanan-makanan yang belum atau setengah matang.” Satu masalah pun
terselesaikan.
Kemudian, beberapa kerabat lain
mengingatkan bahwa nanti jika bayinya sudah lahir, mungkin akan terancam oleh
“si anjing” karena katanya anjing itu seekor hewan yang punya rasa iri besar
jika majikannya berpindah sayang dari dia. Via takut jadi masalah dengan calon
momongan dan keluarga besar, jadi ia berfikir untuk meminta pada suaminya untuk
membuang anjing itu saja. Kemudian Viapun mendiskusikannya dengan suaminya,
lalu diambil kesepakatan bahwa pasangan suami istri ini sepakat akan
bekerjasama mengatasi dan memelihara hewan peliharaan dan calon momongan mereka
dengan benar, bukan membuang anjing tersebut.
Ternyata permasalahan tidak selesai sampai
disitu. Anjing ini cukup pintar sehingga terkadang ia bisa mengalihkan/lolos
dari segala yang dibuat majikannya. Misalnya, keluar dari kandangnya sendiri
yang padahal sudah pakai selot/kunci dari luar atau dia bisa melepaskan diri
dari rantai dan lari ke taman sehingga merusak kebun kecil milik mertua Via.
Via pun jadi merasa sungkan atas kejadian tersebut, apalagi jika anjing itu
melakukannya berulang-ulang. Selain itu (mungkin dikarenakan anjing tersebut
masih kecil, kira-kira 2-3 bulan usianya), Ico jadi suka gigit-gigit segala
barang yang ada termasuk (ini bahayanya) mengejar-ngejar cucu-cucu mertua Via. Terkadang
orangtua dan orang-orang sekitar lainnya yang melihat kejadian itu mengatakan
“ini mah anjing teh bakal jadi anjing galak, suka gigit-gigit gini koq….” Via
tambah jadi merasa ga enak banget atas keberadaan anjing kecilnya. Via pun
kembali diskusi lagi dengan suaminya. Karena suaminya menenangkan ia dengan
kata-kata “udah, biarin, ga apa-apa. Nanti juga pada ngerti. Ico juga ga akan
terus gigit-gigit kan?” Via pun kembali mengurungkan niat untuk membuang anjing
kecilnya. Walaupun sebenarnya pasangan ini takut ucapan yang telah keluar dari
mereka akan menjadi sebuah “doa” untuk yang dibicarakan, karena Via merasakan
sekali perubahan sikap Ico setelah kata-kata itu keluar, nampaknya Ico pun
menjadi seperti itu.
Tanpa disadari, karena Ico sering bermain
di tanah, dia pun jadi terserang kutu tanah. Sejak saat itu, Via pun mulai
mengerahkan banyak cara untuk membasmi kutu-kutu tersebut. Memandikan anjingnya
setiap hari, memberi obat kutu pada air mandi anjingnya berulang-ulang. Namun,
setelah kurang lebih 1 minggu, karena Ico masih saja sering bermain di tanah,
kutunya jadi ga hilang-hilang malah jadi tambah banyak saja. Suatu hari,
suaminya mengeluh badannya gatal-gatal dan bentol-bentol sampai ada yang
terluka (jadi lecet). Via pun jadi merasa bersalah banget karena sudah membuat
beberapa dari anggota keluarganya sendiri menjadi korban dari keberadaan si
anjing kecilnya, Ico.
Setelah berhari-hari diskusi bahkan jadi
bertengkar cukup hebat dengan suaminya, dengan rasa kecewa, sesal, kesal dan
sedih, Via pun memutuskan untuk memberikan Ico pada siapa saja yang mau. Namun
ternyata, ga ada yang mau untuk menerima Ico. Karena rasa takut dan mungkin
tercampur emosi yang cukup hebat dari dalam diri Via, pasangan suami istri
inipun memutuskan untuk memberikan (bukan menjual) Ico ke tempat penjualan
liar. Sakit hati, sedih, sesal dan khawatirpun mulai bermunculan ketika mereka
mulai melepaskan Ico di tempat penjualan. Bahkan percaya atau tidak, saat perjalanan
pulang ke rumah, pasangan suami istri ini tak berhenti menangis di sepanjang
jalan karena mereka merasa telah seperti membuang anak sendiri. Bahkan ketika
sampai rumah, mereka hanya bisa saling memandang dan akhirnya berpelukan
menangis melepas kepergian anjing kecil peliharaan Via.
Beberapa hari kemudian, Via bersama
suaminya menengok Ico di tempat penjualan binatang. Rasa takut Ico sudah dibeli
orangpun mulai meraung-raung dalam pikiran keduanya. Sesampai di tempat yang
dituju, ternyata Ico pun masih ada disana dan menurut si pengurus disana,
anjing itu pun “muyung”, ga mau makan, ga bersuara, seolah sakit, mau mati.
Karena kasihan dan sayang seperti terhadap anak sendiri, akhirnya Via dan
suaminya pun kembali membawa Ico pulang ke rumah.
Akhirnya sampai sekarang, Ico tinggal
bersama Via dan suaminya. Mereka pun memutuskan untuk terus tetap merawat Ico
dengan segala konsekuensi yang ada. Mereka kompak dalam mengurus Ico,
seolah-olah seperti mengurus anak aja…. Bahkan sekarang, mereka nambah 2 ekor
anjing golden di rumahnya… malah mereka sekarang berencana untuk beternak
anjing saja,hahahahaha…………
Dalam kisah ini, Via ingin memberikan pesan
bahwa “ hati-hatilah dalam berkata-kata, karena terkadang apa saja yang kita
ucapkan, mungkin malah akan jadi sebuah doa untuk yang kita bicarakan”